Sebagai murid Sekolah Minggu saya terkagum-kagum mendengar cerita
tentang orang lumpuh yang diturunkan dari atap untuk disembuhkan oleh
TuhanYesus.
Bukan! Yang saya kagumi bukanlah bagaimana ia disembuhkan, melainkan
bagaimana ia dibawa ke tempat itu. Ia digotong oleh empat orang
kawannya. Pasti berat menggotongnya. Rumahnya mungkin jauh dari tempat
itu. Lalu ternyata tempat itu sudah dipenuhi banyak orang sehingga tidak
ada lagi jalan masuk. Untunglah keempat kawannya mempunyai akal. Mereka
menggotong dia naik ke atap. Kemudian mereka mengikat tilam pembaringan
orang lumpuh itu dengan empat utas tali. Sesudah itu mereka membuka
atap. Lalu mereka mengulur tali itu dan menurunkan orang lumpuh itu
perlahan-lahan ke lantai dasar.
Pasti susah. Pasti harus berhati-hati dan seimbang. Bayangkan betapa
susahnya menurunkan orang sakit yang terbaring di tilam dengan tali dari
atas atap rumah. Apa jadinya kalau salah satu utas tali itu terlalu
cepat turun, pasti tilam itu miring dan si sakit bisa jatuh. Atau apa
jadinya kalau salah satu utas tali itu tiba-tiba putus. Tetapi ternyata
mereka berhasil. Hebat sekali. Bukan main cakapnya para sahabat orang
lumpuh itu. Hebat!
Tetapi baiklah sekarang kita lihat dulu apa yang tertulis di Markus
2:1-12 tentang kejadian ini. Markus mencatat bahwa pada saat itu Tuhan
Yesus sedang “memberitakan firman” (2:2), sebuah ungkapan yang sinonim
dengan mengajar. Disini jelas bahwa Yesus sedang mengajar. Ditengah
kegiatan mengajar itulah tiba-tiba terjadi gangguan yang mengejutkan.
Secara tiba-tiba ada tilam diturunkan dengan tali dari atas atap. Di tilam itu terbaring seorang lumpuh.
Langsung semua orang menoleh kesitu. Mereka tidak lagi memperhatikan
Yesus. Pengajaran Yesus terputus dan terganggu. Lalu apa reaksi Tuhan
Yesus? Ternyata Ia bisa menerima gangguan itu. Ia terkesima dengan apa
yang terjadi. Lalu Ia memberikan pujian tentang iman.
Iman siapakah yang dipuji? Markus mencatat, “ketika Yesus melihat
iman mereka…” (2:5) perhatikan bentuk jamak kata “mereka.” Yesus memuji
iman mereka. Siapakah mereka dalam konteks ini? Itulah kawan-kawan orang
lumpuh itu. Yesus menilai perbuatan mereka sebagai perbuatan imani.
Yesus menyamakan perbuatan itu sebagai iman. Sungguh menarik bahwa
perhatian Yesus tertuju pada kawan- kawan itu. Mereka masih ada di atas
atap. Mereka tidak bisa turun.
Mereka menatap dan menunggu di atas. Rupanya Yesus juga langsung
melihat ke atas. Yesus bisa melihat mereka. Mungkin Yesus memperhatikan
wajah keempat orang itu. Mereka mungkin agak takut, sebab mereka tahu
bahwa mereka mengganggu Yesus yang sedang mengajar. Namun di wajah
mereka juga tampak dambaan untuk belas kasih agar kawan mereka yang
lumpuh itu bisa disembuhkan.
Yesus menatap wajah mereka. Lalu Yesus melihat ke bawah dan menatap
wajah orang lumpuh itu yang tampak harap-harap cemas dengan
ketidakberdayaannya. Sungguh beruntung orang itu. Ia mempunyai
kawan-kawan. Mereka itulah yang menggotong dia. Mereka memberi semangat
dan pengharapan. Hidup terasa bermakna lagi. Tanpa kawan-kawan ini,
orang lumpuh itu hanya bisa terkulai seorang diri di rumah. Sungguh baik
hati sahabat-sahabat itu.
Itulah indahnya persahabatan. Bersikap sebagai sahabat adalah karunia
tersendiri. Seorang sahabat adalah dia yang mampu menerima kita apa
adanya, kelemahan sekaligus keunggulan kita.
Hanya orang yang berjiwa besar yang mampu bersikap bersahabat. Ia bersih
dari iri dengki. Ia sama sekali tidak mempunyai pikiran untuk menjegal
dan menjatuhkan kita. Ia beritikad baik. Yang diinginkannya terjadi pada
kita adalah hal yang terbaik utuk kepentingan kita. Kualitas bersahabat
seperti itu tidak terdapat pada setiap teman. Kita bisa mempunyai 100
teman, namun teman yang sejati bisa dihitung dengan jari. Sampai puluhan
tahun kemudian sahabat sejati seperti itu kita kenang dengan rasa
berterimakasih.
Persahabatan memang indah. Hal itu pasti juga dirasakan oleh orang
lumpuh dalam kejadian di Injil Markus tadi. Mungkin sampai puluhan tahun
kemudian ia tetap mengenang mereka yang terengah-engah menggotong dia
ke atas atap. Tangan-tangan itu. Tangan-tangan yang kuat. Tangan-tangan
yang berbelas kasih. Tangan-tangan para sahabat. Persahabatan memang
mengagumkan. Hidup menjadi damai oleh sikap saling bersahabat.
Kini orang lumpuh itu sehat walafiat. Ia telah mengalami mujizat
penyembuhan. Namun sebelum itu ia sudah mengalami mujizat yang lain,
Yaitu mujizat.persahabatan.
No comments:
Post a Comment