Wednesday, March 30, 2011

Aku ingin mencintaimu dengan sederhana

Aku ingin mencintaimu dengan sederhana
dengan kata yang tak sempat diucapkan api kepada kayu
yang menjadikannya abu…
Aku ingin mencintaimu dengan sederhana
dengan isyarat yang tak sempat disampaikan awan kepada hujan
yang menjadikannya tiada…


Ini kata Sapardi Djoko Damono. Tetapi, bagaimana faktanya bila sosok yang kita cintai adalah makhluk yang teristimewa, dia punya segudang kelebihan dibandingkan kita sebagai si pencinta? Dia tak hanya indah secara fisik, melainkan juga secara intelektualitas, kepribadian….the whole package? Bisakah kita mencintainya secara sederhana pula?

Karena faktanya, ketika kita mencintai seseorang yang memiliki kelebihan dibandingkan kita, kita terdorong untuk mem-push diri kita agar bisa se-oke dia. Misalnya saja dalam hal intelektualitas, si dia menguasai semua topik pembicaraan. Mulai dari politik, hukum, humaniora hingga ke gosip-gosip artis…nah, otomatis, kita akan terpacu untuk mengimbangi wawasannya yang demikian luas itu agar kita bisa nyambung saat ngobrol sama si dia.

Bahkan, kita juga ikut mendengarkan lagu apa saja yang menjadi kegemarannya hanya agar kita bisa nyambung atau at least punya bahan obrolan saat berdua si dia. Sekali pun mungkin kita enggak suka musik-musik alirannya Linkin’ Park atau campur sari, namun berhubung orang yang kita taksir itu adalah penggemar berat Linkin’ Park dan campur sari, otomatis, kita akan berusaha menyukai atau at least mendengarkan kedua genre musik tersebut.

Ada sebuah cerita, dimana ada si gadis dan si jejaka yang baru aja dikenalin. Mereka pergi karaoke bareng. Di tempat karaoke itu, si gadis me-request lagu-lagu Linkin’ Park dan campursarinan yang bagi sebagian besar orang terdengar ndeso, norak…something like that. Tetapi, si jejaka yang agaknya sudah kepincut si gadis, dengan malu-malu mengakui,”Aku juga suka campursarinan. Komputer di kantorku penuh dengan lagu-lagu campur sari.” Entah benar, entah sekadar menggombal, namun pernyataannya barusan sudah membuat si gadis senang. At least, satu poin telah dia kantongi.

Lalu, di malam yang berbeda, suatu saat si jejaka bercerita kepada si gadis. “Kamu tahu enggak? Aneh sekali. Aku sedang dengerin radio, eh tahu-tahu radio di sini muter lagunya Linkin’ Park kesenenganmu itu…nyetel Crawling. Padahal, radio di desaku ini, biasanya memutar lagu-lagu dangdut Panturanan.” Ah…lagi-lagi entah benar atau tidak, tapi si gadis telah senang karena berarti pria itu memperhatikan apa saja yang menjadikan kegemarannya!

Kali lain, saat mereka bertemu, si jejaka mengomentari penampilan si gadis yang terlihat feminiiiiin banget. Padahal, biasanya, si gadis terbiasa bergaya pakaian semau gue, tomboy banget dan lebih suka pake sandal teplek. Sejak pujian itu, tiap kali mereka bepergian, si gadis selalu berdandan super duper feminin: pakai sepatu high heels, baju feminin, celana panjang (dan bukannya celana 7/8)…

Mmmh…bagaimanakah bisa mencintai seseorang dengan sederhana bila kita ingin selalu terlihat istimewa di depan si dia? Mungkin, dengan menerima semua kelebihan dan kekurangannya…the whole package. Setiap orang punya kelebihan dan kekurangan. Namun, setiap orang juga punya standarisasi sendiri tentang kelebihan dan kekurangan yang bisa ditolerir/tidak bisa ditolerir lagi.

Mencintai sosok yang punya segudang kelebihan memang bisa memotivasi kita untuk menjadi makhluk yang lebih baik lagi. Tapi, jangan sampai terjebak kepada ekspektasi berlebihan. Karena ekspektasi adalah hal lain yang menjadikan kita tak bisa mencintai seseorang dengan sederhana. Kita sudah telanjur meletakkan ekspektasi yang terlalu tinggi kepada orang yang kita cintai. Ketika si dia tak mampu memenuhi ekspektasi itu, kita terjatuh ke jurang kekecewaan yang sangat dalam, sehingga akhirnya cinta kita luntur…

Mungkin…sebab, saya sendiri pun tengah belajar bagaimana mencintai seseorang dengan sederhana…hehe…


repost dr link:
http://filsafat.kompasiana.com/2010/06/20/aku-ingin-mencintaimu-dengan-sederhana/

No comments: