Friday, July 26, 2013
Surat kepada Semua Pemimpin Masa Depan Indonesia
Handry Satriago
CEO
GE Indonesia
BRI II Tower, 16th Floor
JL. Jend Sudirman No. 44-46.
Jakarta 10210
Indonesia
T +62 21 573 0466
F +62 21 573 0561
Jakarta, 9 July 2012
Kepada para pemimpin Indonesia masa depan
Di manapun Anda berada
Di dunia yang semakin global
Saat saya menulis surat ini kepada Anda, dunia yang saya huni ini mampu
membuat 112 buah mobil dalam 1 menit, menerbangkan orang non-stop
dari Singapura ke New York dalam 18 jam, dan menghasilkan produk
“Made in The World” seperti celana jeans yg saya pakai sekarang. Karena,
walaupun saya beli di Bandung dan berlabelkan “Made in Indonesia”,
celana ini melibatkan lebih dari 15 negara dalam value chain
pembuatannya.
Malam ini, ketika surat ini saya ketik dengan komputer yang mampu
mengumpulkan 411 juta informasi dalam 0.23 detik untuk pencarian kata
“leadership”, saya membayangkan keterbatasan mencari pengatahuan yg
dihadapi ayah saya, saat mimpinya untuk sekolah sirna karena perang
yang berkecamuk. Saya memikirkan daya apa yang dimilikinya, sehingga
dia berani mendobrak keterbatasannya dengan merantau dan berjibaku
untuk survive di berbagai kota di Sumatera hingga akhirnya sampai di
Jakarta, Tidakkah dia takut dengan keterbatasannya?
Usianya baru 15 tahun saat itu, dan hidup tidak berjalan seperti yang dia
inginkan.
Saya juga terkenang dengan peristiwa mengerikan yang saya hadapi
sendiri pada tahun 1987, ketika saya tiba-tiba divonis menderita kanker
lymphoma non-hodkin- kanker kelenjar getah bening, yang tumbuh di
medulla spinalis saya dan merusaknya sedemikian rupa sampai saya
kehilangan kemampuan untuk berjalan. Bulan-bulan yang melelahkan
karena harus berobat ke sana ke mari, dan akhirnya berujung kepada
keharusan menjalankan hidup dengan menggunakan kursi roda. Saya
ingat betul betapa takutnya saya untuk menjalani hidup saat itu.
Keterbatasan menghadang di banyak hal.
Usia saya baru 17 tahun waktu itu, dan hidup berjalan jauh dari yang saya
harapkan.
Apa yang bisa dilakukan ketika keterbatasan seakan menjelma menjadi
tembok besar dan ketakutan adalah anak panah berapi yang terus
dilontarkan kepada kita sehingga kita tidak berani maju dan terus
mundur?
Saya, dan mungkin juga ayah saya waktu itu, memulainya dengan
menerima kenyataan. Menerima bahwa jalan tidak lagi mulus, bahwa
lapangan pertempuran saya jelek, dan amunisi saya tidak lengkap.
“Reality bites” kata orang. Betul itu. Tapi menerima “gigitan” itu berguna
untuk membuat kita mampu menyusun strategi baru. Menghindarinya
atau lari darinya justru membuat kita terlena mengasihani diri kita terusmenerus
dan menenggelamkan kemampuan kita untuk dapat melawan
balik.
Kemudian saya mengumpulkan kembali puing-puing mimpi saya. Tidak!
Mimpi tidak akan pernah mati. Manusia bisa dibungkam, dilumpuhkan,
bahkan dibunuh, tapi mimpi tetap akan hidup. Ketika keterbatasan dan
ketakutan melanda, mimpi kita mungkin pecah, runtuh, dan berserakan,
tapi tidak akan hilang. Dengan usaha keras, kita bisa menyusunnya
kembali, dan ketika mimpi telah kembali utuh, ia akan hidup, menyala, dan
memberikan cahaya terhadap pilihan jalan yang akan ditempuh untuk
mewujudkannya.
Dua puluh enam tahun menjalani kehidupan dengan kursi roda membuat
saya semakin yakin bahwa Yang Maha Kuasa memang telah menciptakan
kita untuk menjadi makhluk yang paling tinggi kemampuan survival nya di
muka bumi ini. Kita diberikan rasa takut, yang merupakan mekanisme
primitif yang dimiliki organisme untuk survive, yaitu keinginan untuk lari
dari ancaman, atau… melawannya!. Ketika pilihannya adalah melawan,
maka perangkat perang telah disiapkanNya untuk kita. Perangkat itu
terwujud dalam kemampuan bouncing back—daya pantul, yang jika
digunakan mampu membuat kita memantul tinggi ketika kita
dihempaskan ke tanah. Kitalah yang bisa membuat daya pantul itu
bekerja. Jika kita tak ingin melawan, perangkat perang tersebut bahkan
tidak akan hadir.
Berpuluh kali, atau beratus kali atau mungkin beribu kali saya diserang
rasa takut ketika menjalani kehidupan dengan kursi roda ini. Ketika
membuat pilihan kembali ke sekolah, ketika menyeret kaki untuk menaiki
tangga bioskop agar bisa menemani wanita pujaan menonton, ketika
memutuskan untuk kuliah, ketika menghadapi 4 lantai untuk bisa
praktikum kuliah, ketika harus menjalani kemoterapi, ketika memulai
bekerja, ketika naik pesawat, ketika akhirnya bisa ke luar negeri, ketika
melamar calon istri, ketika mulai bekerja di GE yang penuh dengan orang
General Electric International Operations Company, Inc.
ketika menerima tawaran untuk mempimpin GE di Indonesia….Saya
takut. Tembok besar berdiri tegak, angkuh, dan ribuan panah berapi
menghujami saya.
Namun seiring dengan rasa takut yang timbul tersebut, mimpi saya untuk
dapat menjalankan dan menikmati hidup menerangi jalan yang ingin saya
tempuh. Dan ketika perangkat perang—semangat untuk memantul, saya
gunakan, saya seakan menjelma menjadi jenderal yang siap perang, yang
didukung oleh ribuan pasukan—keluarga, teman, bahkan orang yang tak
dikenal, yang tiba-tiba hadir karena mereka percaya terhadap keyakinan
saya. Saya maju berperang, dengan keyakinan bahwa peperanganlah
yang harus saya jalani, saya nikmati. Hasil peperangan sendiri tidaklah
terlalu penting, karena kalaupun kalah, toh saya akan berperang lagi.
Kalau mati, saya akan mengakhiri perang dengan senyum, karena saya
tahu saya telah berjuang dengan sebaik-baiknya. Sang Pencipta lah yang
pada akhirnya memilihkan hasil dari perjuangan kita.
Menjadi pemimpin bermula dari memimpin diri sendiri. Mewujudkan
mimpi yang ingin dicapai. Tidak perlu membayar orang untuk menjadi
pengikut. Jika mereka melihat anda dengan penuh keyakinan berani
mempimpin diri anda sendiri, mereka akan mengikuti dan membantu anda
dengan tulus, serta percaya pada kepemimpinan anda.
Saat saya menulis surat ini kepada Anda, dunia tempat saya hidup
sekarang ini menghasilkan pendapatan kotor setahun $70 triliun. Sekitar
40% dari pendapatan dunia tersebut dihasilkan oleh 500 korporasi
terbesar dunia, dan tidak ada satu pun yang berasal dari negara kita (133
dari Amerika Serikat, 79 dari China, 8 dari India). Terdapat sekurangnya
136 negara yang berkompetisi di dunia ini untuk mendapatkan
keuntungan terbanyak dari proses ekonomi global, dan daya saing
Indonesia terukur pada ranking 46. Singkat kata, kita masih belum
menjadi pemeran utama di panggung dunia yang tak berhenti
mengglobal.
Pekerjaan rumah anda sebagai pemimpin Indonesia tidaklah mudah.
Tidak berarti, tembok besar dan ribuan panah api bisa menghentikan
langkah anda untuk berperang.
Handry Satriago, Mengubah Keterbatasan Menjadi Kelebihan
Handry Satriago membalik keterbatasan menjadi kelebihan, tantangan menjadi peluang. Sebagai orang cacat kaki, ia tidak minder. Prinsipnya, Ia yang mengendalikan keadaan, bukan keadaan yang mengombang-ambingkan dirinya.
Pencapaian Handry Satriago yang menawan memang pantas apabila ia membagi kiat menjadi pemimpin kepada generasi berikut. Sebagai CEO salah satu perusahaan terbesar di kolong langit dan semua kejadian ia lalui di atas kursi roda membuktikan bahwa dirinya tidak bisa ditaklukkan oleh aneka tantangan.
Diterima bekerja menjadi karyawan GE Indonesia, sebuah penaklukan yang menawan. Diangkat menjadi CEO, ini penaklukan yang layak disebut luar biasa. Mendongkrak kinerja GE Indonesia menjadi salah satu cabang terbaik dari jaringan GE internasional, kalau ini sudah pantas dinamakan istimewa. Itulah Handry Satriago.
Manusia berprestasi oleh penulis buku-buku best seller dunia Malcolm Gladwell, ia sebut sebagai outliers. Para outlier ini menjadi minoritas dalam kumpulan manusia-manusia yang berprestasi biasa. Ia keluar dari kerumunan manusia biasa untuk menciptakan karya luar biasa, yang tidak saja berguna untuk dirinya sendiri namun juga orang lain. Para outlier terus-menerus mencetak kesuksesan dengan atau tanpa fasilitas memadai. Mereka berkarya, terus berkarya dan tetap berkarya. Mereka manusia paripurna.
Menjadi outliers oleh Malcolm Gladwell apabila ia memiliki enam faktor yakni; bakat, kecerdasan, dukungan lingkungan, kegigihan, kerja keras dan kesiapan untuk beruntung.Dua faktor pertama – bakat dan kecerdasan – merupakan hak prerogratif yang dimiliki Tuhan dan tidak bisa dipilih manusia.
Dukungan lingkungan bersifat netral. Artinya manusia bisa memilihnya, namun tidak tertutup kemungkinan ia tidak bisa memilih. Sementara kegigihan dan kerja keras merupakan pilihan manusia. Kesiapan untuk beruntung tak lain akibat dari kegigihan dan kerja keras. Manusia berprestasi merupakan gabungan dari keenam faktor tersebut. Menjadi menarik ternyata apabila ia hanya memiliki bakat dan kecerdasan rata-rata, tetap saja ia mampu berprestasi asalkan dengan kegigihan dan kerja keras diluar batas rata-rata.
Beruntung Handry Satriago memiliki keenam faktor itu. Sebagai pemegang gelar doktor manajemen, jelas ia dianugerahi kecerdasan nan cemerlang. Bakat kepemimpinan dimilikinya sejak usia belia dimana ia selalu didaulat menjadi pemimpin kelompok dimanapun ia berada. Entah dalam aktivitas sosial maupun sekolah formal. Kecerdasan dan bakat yang ada dalam dirinya semakin terasah ketika lingkungan terkecilnya (keluarga) memberi dukungan yang optimal.
Kerja Keras
Risalah cerdas Malcolm Gladwell menitikberatkan pada faktor kegigihan dan kerja keras dalam menjelaskan manusia berprestasi. Melihat prestasi gemilang Handry Satriago tak salah apabila kegigihan dan kerja kerasnya menarik untuk dielaborasi lebih luas. Ketika berusia 17 tahun, ia divonis menderita kanker yang mana mengharuskan ia menjalani perawatan dari satu rumah sakit ke rumah sakit lainnya. Diteruskan dari satu kemoterapi ke kemoterasi lainnya. Ujungnya tunggal: kanker lenyap dengan anugerah ia tak bisa lagi berjalan. Kursi roda kemudian menjadi sahabat terbaiknya untuk mengantar dirinya dari satu tempat ke tempat lain.
Dalam keterbatasan fisik, ketika kuliah ia harus mendaki empat lantai gedung kampus guna mengikuti praktik laboratorium. Dari atas kursi roda ia harus bersaing dengan ribuan pendaftar yang melamar di GE Indonesia. Melalui kursi roda pula aktivitas kerjanya bergerak dari satu tempat ke tempat lain, dari sebuah strategi ke strategi lainnya. Jenjang karir dilalui setapak demi setapak. Hingga akhirnya GE yang berpusat di Amerika Serikat memberinya tanggungjawab menjadi pemimpin tertinggi GE Indonesia.
Semua pencapaian ini lebih pada campuran antara kegigihan dan kerja keras ketimbang kecerdasan dan bakat. Kesiapan untuk beruntung diperoleh Handry Satriago akibat dari kegigihan dan kerja kerasnya. Dia membalik keterbatasan menjadi kelebihan, tantangan menjadi peluang. Ia yang mengendalikan keadaan, bukan keadaan yang mengombang-ambingkan dirinya. Semangat, gairah, spirit atau apalah namanya menjadi panglima ketika ia memimpin dirinya ataupun memimpin orang lain.
Sang kampiun bisnis terbesar dunia Jack Welch yang tak lain mantan atasannya di GE kantor pusat, memberi formula apabila seseorang ingin menjadi pemimpin besar harus memiliki 4E, yakni energy, energize, execution dan edge. Energy merupakan gairah atau semangat yang dimiliki seseorang untuk menggerakkan dirinya dan orang lain.
Mengikuti petuah Jack Welch, terlihat bahwa Handry Satriago selalu menyalakan energy yang ada dalam dirinya. Semangat yang membara membuat ia leluasa untuk bergerak dari satu wilayah ke wilayah lainnya. Motivasi yang terus menerus terjaga membuat dirinya selalu terpacu untuk melahirkan karya baru yang semakin baik dibanding karya terdahulu. Spirit yang meluap-luap menjadikan dirinya terlihat segar, optimis dan yakin menatap masa depan.
Energy yang dimiliki Handry Satriago ini yang kemudian meng-energize orang lain (anak buah). Gairah, semangat dan spirit yang oleh Dahlan Iskan disebut antusias yang ada dalam diri Handry Satriago menular kepada anak buah. Terlebih anak buah yang berhubungan dengan dirinya. Antusias ini yang menjadi pondasi kokoh bagi anak buahnya untuk bekerja dengan gembira guna menghasilkan kinerja luar biasa. Bukan itu saja. Antusias nan tinggi akan membuat anak buah saling terhubung dengan visi yang sama. Itulah yang disebut dengan kerjasama tim.
Memakai kajian Malcolm Gladwell, sosok Handry Satriago sudah menjadi outliers. Ia sukses dalam meniti karir sekaligus menjadi saluran kesuksesan bagi anak buahnya. Ia memiliki energi yang meluap-luap dan energi ini menular kepada anak buahnya. Antusiasnya menjadi antusias anak buahnya dan berujung pada antusias perusahaannya. Tak salah apabila GE Indonesia mendaulatnya menjadi kepala suku tertinggi. Mari kita belajar dari semangat dan tekad Handry Satriago! (bn/dari berbagai sumber/www.images.google.com)
Ironi Sepakbola Indonesia
Kalah 0-3, 0-7, 0-2, 8-1, ujung2nya Indonesia harus belajar. Pelajaran yg dipetik apa ya?
ini beberapa mutiara yang bisa dipetik : (bahhh..... kata2nya puitis banget yaahh)
- Sepak bola ternyata mudah diterka. Bola tidak bundar.
- Harusnya nama team yg membumi aja, seperti : Indonesia tanpa bintang (jangan all star), Indonesia ngimpi (jangan dream team), Indonesia siji tok ( jangan diseri-seri I sampai XI )
- Ternyata suporter Indonesia sudah dewasa, besar hati, bisa menerima kekalahan terus menerus ( kalemmmmmmmmmmmmmmmm )
- Kemenangan bukan tujuan, yg penting kalahnya nggak banyak. 8-1 itu banyak apa sedikit ya saudara2.....
- Peribahasa : kekalahan adalah kemenangan yg tertunda akan terus terjadi sampai.....( apa mungkin kita perlu duduk untuk membahas pemain top dunia perlu dinaturalisasi hehehehe )
# Hidup Sepakbola Indonesia
Saturday, July 20, 2013
Hush Puppies, Brand Sepatu Internasional Kontemporer
Sepatu, tentunya anda mengenal dengan barang ini. Banyak sekali produk sepatu yang dapat kita temukan saat berada di mall, plasa atau toko sepatu. Sepatu memang kebutuhan penting bagi kita, digunakan saat ke kantor, berolahraga, atau jalan-jalan. Biasanya merek sepatu apakah yang menjadi favorit anda? Jika anda belum punya referensi, berikut salah satu refensi untuk brand sepatu. Hush Puppies merupakan brand sepatu internasional kontemporer.
Brand ini menjual produk sepatu kasual untuk pria, wanita dan anak-anak. Selain produk sepatu, brand Hush Puppies juga digunakan untuk label pakaian, kacamata, dan mainan. Brand Hush Puppies ditemukan pada tahun 1958, nama dan maskotnya diciptakan oleh manager penjualan saat itu, James Gaylord Muir. Asal nama ini tercipta, ketika James melihat petani melempar makanan Hush Puppies (makanan tradisional daerah selatan Amerika) untuk menenangkan anjingnya yang menggonggong keras. Dengan melihat itu ia mencipatkan ide untuk membuat sepatu baru yang begitu nyamannya, bahkan dapat menenangkan 'anjing yang menggonggong keras'.
Hush Puppies merupakan divisi dari manufaktur sepatu Wolverine World Wide. Perusahaan ini memiliki lisensi atas nama Hush Puppies di lebih dari 120 negara di dunia. Hush Puppies menciptakan sepatu kasual pertama di dunia, memberikan ekspresi gaya hidup santai. Hush Puppies menciptakan sepatu yang lembut dan nyaman bagi kaki.
Di era dengan pilihan sepatu terbatas, Hush Puppies hadir dengan alternatif baru. Hush Puppies terus berinovasi, selalu mendefinisikan ulang apa artinya menjadi moderen dan kasual. Ide revolusioner mereka lahir lebih dari 50 tahun yang lalu dan menginspirasi hingga saat ini. Hush Puppies Indonesia, merupakan divisi dari Transmarco Group yang berfokus pada gaya hidup dan sepatu.
Selain sepatu, High Puppies juga menjual pakaian berupa kaos untuk laki-laki dan perempuan. Untuk wanita tersedia kaos lengan panjang, lengan pendek, dan tanpa lengan dengan warna kreatif dan desain yang menarik.
Subscribe to:
Posts (Atom)